CERITA SEBUAH AKUN

Aku ingin bercerita tentang pengalamanku terkait akun Facebookku.

Pertama kali aku membuat akun Facebook sekitar tahun 2010. Awalnya aku hanya ikut-ikutan teman, sepertinya booming sekali Facebook itu. Apa sih Facebook, kok pada heboh semua?

Singkat cerita aku pun membuat akun Facebook. Darinya aku tahu apa itu dunia maya. Berkawan dengan beberapa orang dari berbagai daerah, merasakan keakraban dengan mereka, berbalas komentar di postingan, padahal tidak saling mengenal.

Akun facebookku itu sudah berteman dengan ribuan orang. Yang ada di pikiranku, hanya meng-Add dan meng-Confirm akun lain. Dengan asal aku melakukannya, yang penting aku berteman dengan banyak orang. Aku pun selalu eksis dengan meng-update status, dan bangga jika banyak orang yang meninggalkan komentar di statusku.

Hingga banyak cerita yang aku dapat dari akun Facebook itu. Merasa senang karena menemukan teman satu almamater saat sekolah dulu. Lalu melakukan hal lumrah remaja alay yang girang menemukan mainan baru dengan sering mengunggah foto selfi. Hingga yang miris, saat mengenal pemuda gombal, meladeni chat lawan jenis ngalor-ngidul, hingga saling blokir saat ada kejadian tak menyenangkan sekalipun di dunia maya. Ah, benar-benar aneh. Sungguh aku merasa banyak hal tidak penting yang aku lakukan dengan akun Facebookku itu.

Namun begitu, aku tetap ber-facebook-ria hingga bertahun-tahun. Aku pun mulai merubah identitas statusku dengan mencoba menulis panjang, menceritakan apa yang aku alami. Bukan status tidak penting yang dulu aku sering update saat masih labil.

Komentar di statusku yang panjang, yang mengatakan bahwa aku punya bakat sebagai cerpenis membuatku termotivaai untuk lebih sering bercerita lewat statusku.

Namun, kesalahan mungkin telah kubuat. Pernah aku membuat status menceritakan orang lain dengan detail, menceritakan pakaiannya, yang menurutku tidak pantas, lalu mengambil kesimpulan bahwa itu buruk. Seharusnya dia seperti ini dan bla bla bla.

Aku mendapat komentar yang membuatku down, katanya aku ghibah, padahal aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya berlatih bercerita dan ingin menyampaikan kebenaran lewat cerita itu.

Perdebatan di kolom komentar di statusku itu pun akhirnya membuatku memutiskan untuk menonaktifkan akun Facebookku. Aku kapok membuat cerita. Kapok belajar menulis. Sebelum akhirnya aku sadar, bahwa mungkin memang kesalahanku membuat cerita yang sangat detail tersebut. Rawan untuk membuat orang tersebut tersinggung jika mengetahuinya.

Kejadian itu pun membuatku berpikir. Mungkin memang tidak perlu melanjutkan kesenanganku bercerita. Apa yang seseorang katakan bahwa aku pintar menulis, harus aku lupakan. Aku pun membuat akun Facebook baru, berniat untuk tidak neko-neko dalam meng-update status. Hanya memanfaatkannya sebagai ajang silaturahim bagi teman-teman realku yang terpisah jarak. Hanya mereka yang aku kenal yang menjadi teman Facebookku, tidak akan mengkonfirmasi orang yang tidak aku kenal.

Seiring berjalannya waktu, aku malah menemukan orang-orang dari dunia literasi dari sosial media lain, yaitu WhatsApp (WA). Keakraban di WA berlanjut lagi di Facebook. Hingga akhirnya aku tergoda untuk mengkonfirmasi teman-teman baru, sekalipun belum mengenalnya. Ya, merekalah teman-teman dari dunia literasi.

Semakin banyak berteman dengan mereka, beranda Facebookku penuh dengan postingan-postingan kepenulisan. Sejalan dengan bertambahnya ilmu tentang dunia tulis-menulisku dari grup literasi di WA.

Sampailah pada saat ini. Akun facebookku yang baru, yang dulu aku niatkan untuk sekadar bersilaturahim dengan teman nyata, menjadi akun facebook yang penuh dengan dunia literasi. Postingan tentang literasi, macam-macam grup-grup kepenulisan berbeda nama, dan semakin banyak bertebaran tulisan-tulisan lain.

Aku mulai berani menggunakan akun facebook ini untuk kembali belajar menulis. Di akun yang dulu, mungkin orang mengenal aku sebagai orang biasa yang menggunakan facebook ala kadarnya untuk bersosial media, bahkan cenderung lebay. Namun, di akun sekarang orang mengenalku sebagai orang yang tertarik dengan dunia literasi. Bahkan aku cukup terhibur ketika ada beberapa teman yang senang dengan statusku. Mengatakan bahwa statusku bisa menginspirasi.

Alhamdulillah ... Keinginan yang dulu sempat tertuda, kini memanggil untuk diwujudkan. Aku ingin berbagi kebaikan lewat tulisan. Tentunya dengan tulisan yang lebih baik.

Hikmah dari setiap kejadian pasti akan selalu ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMARTPHONE DAN REMAJA

HUJAN DERAS