SMARTPHONE DAN REMAJA
Foto : Pixabay |
Menjadi orang tua di era milenial seperti sekarang ini mempunyai tantangan tersendiri. Pengawasan yang ekstra hati-hati harus dilakukan saat mengasuh anak yang kini dibarengi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Misalnya saja tentang kecanggihan akses internet yang bisa dijangkau dalam genggaman tangan atau kemudahan mobilitas dengan banyaknya kendaraan yang tersedia.
Salah satu yang ingin saya bahas di sini adalah kecanggihan mengakses internet yang hanya dalam genggaman tangan. Ya, di era milenial ini smartphone atau telepon pintar sudah menjadi barang lazim yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Semua menjadi mudah. Segala hal bisa dilakukan secara on-line, entah itu belanja, menabung, belajar, jual-beli, dan sebagainya.
Kecanggihan teknologi dalam smartphone/ HP bagai dua sisi mata uang. Bagi orang yang tepat menggunakannya, smartphone menjadi barang yang harus dimiliki. Berbeda jika yang menggunakannya orang yang salah, atau belum begitu memerlukan benda ini, seperti anak-anak dan remaja.
Kenapa saya mengatakan seperti ini? Saya rasa semua sudah mengetahui jawabannya, bahwa anak-anak dan remaja belum bisa mengerti atau memilih apa yang boleh mereka lihat di smartphone-nya. Pada usia remaja khususnya, gejolak hormon membuat mereka penasaran dengan hal-hal baru. Hal inilah yang biasanya membuat mereka melihat sesuatu yang belum pantas mereka lihat. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa gambar atau video porno bisa dengan mudah diakses di internet.
Mungkin, tidak semua remaja kita menggunakan smartphone untuk hal-hal negatif. Pasti banyak pula yang menggunakannya untuk kegiatan positif, seperti belajar via on-line, atau yang lainnya. Namun, tentu saja kewaspadaan akan penggunaan menyimpang dari benda ini harus menjadi prioritas utama bagi orang tua yang memberikan fasilitas smartphone bagi anaknya.
Ada kasus nyata yang terjadi di daerah saya. Seorang remaja yang diberi kebebasan menggunakan smartphone, sedangkan orang tuanya berada jauh darinya karena sedang merantau. Sehari-hari dia tinggal bersama kerabatnya. Perubahan nyata terlihat ketika dia menjadi pendiam di rumah, namun sering menghabiskan waktunya hanya untuk bermain/ nongkrong dengan teman-temannya di luar, lupa untuk belajar. Dia pun sering menghabiskan waktu di kamar. Setelah ditelusuri, ternyata ditemukan banyak video porno di dalam smartphone-nya. Orang tuanya pun dibuat kaget, karena ternyata anak yang baru duduk di bangku kelas satu SMP ini sudah sering melihat video semacam itu.
Kita yang melihat kejadian seperti itu pasti akan menyimpulkan bahwa penggunaan smartphone oleh remaja tanpa pengawasan adalah salah besar. Karena, hal fatal seperti itulah yang akan terjadi. Mungkin si anak berdalih bahwa dia hanya memperoleh kiriman video dari temannya, tapi apa pun alasannya, video seperti itu sudah terlanjur dilihat dan tersimpan dalam memori smartphone-nya. Bukan tidak mungkin dalam memori otaknya, dengan kata lain kecanduan. Naudzubillah
....
Selain bahaya kecanduan pornografi yang memgancam, smarphone memiliki dampak negatif lain, yaitu kecanduan game on-line. Pernah suatu kali suami bercerita, bahwa ketika ia melakukan perjalanan di malam hari dan melewati area hutan di pinggir desa. Saat itu ia melihat seorang remaja yang sedang asyik menatap layar smarphone-nya. Ternyata remaja tersebut sedang bermain game on-line. Sungguh sangat mengherankan ketika hanya demi bermain game, ia sampai lupa waktu bahkan tempat, tak menghiraukan sekelilingnya lagi.
Saat mengetahui kejadian ini, saya pun mencoba untuk mencari pendapat orang lain, apakah sama dengan pemikiran saya. Saya melakukan survey melalui status medsos, dengan menulis seperti ini, "Survey: Apakah anak usia SMP sudah memerlukan Handphone/ Smartphone dengan berbagai kecanggihan mengakses internet, download video, gambar, dsb?"
Hasilnya, banyak teman-teman yang memberi jawaban di kolom komentar. Beberapa orang mengatakan bahwa boleh saja yang penting dibatasi dan diawasi. Beberapa orang lagi mengatakan boleh jika untuk mengerjakan tugas sekolah. Namun, sebagian besar mengatakan bahwa tidak perlu, karena masih labil. Bahkan ada yang memberikan pendapat bahwa tidak hanya smartphone yang tidak diperlukan oleh remaja, tapi juga motor. Ya, sebab dua benda ini yang bisa menyebabkan anak remaja bermain/ nongkrong dari pada belajar.
Komentar-komentar yang masuk membuat saya semakin yakin, bahwa penggunaan smartphone belum terlalu dibutuhkan bagi anak dan remaja. Anak usia SD dan SMP hanya perlu menggunakan waktu mereka untuk belajar dan berkegiatan positif bagi masa depan mereka.
Bagi para orang tua, kehati-hatian atau antisipasi sedini mungkin tentunya sangat diperlukan ketika akan memberikan fasilitas kepada anak-anaknya. Jangan sampai rasa sayang yang berlebihan dengan memberikan kebebasan bagi mereka tanpa adanya pengawasan, justru berakibat buruk bagi mereka sendiri.
Orang tua yang baik tentunya akan memberikan yang terbaik bagi anaknya, namun bukan berarti memanjakan dan menuruti semua keinginannya. Ketegasan untuk menghentikan atau membatasi penggunaan smartphone bagi mereka wajib dilakukan ketika menunjukan tanda-tanda akan adanya gejala kecanduan. Atau paling tidak mengawasi saat mereka menggunakannya.
bener mba...kecanduan penggunaan smartphone sekarang bener-bener membahayakan
BalasHapusIya Mbak, serba salah ya jadi orang tua sekarang
HapusMasa kecil kami yg lahir 90an masih enak Bu, belum trlalu merasakan IT seperti sekarang. Banyak main sama temen, bisa kluyuran kemana2.
BalasHapusGak kebayang klo kami punya anak nanti seperti apa.
Betul, pertama kali ada HP itu kelas 3 smp, waktu itu nokia 3315, tahu nggak? Hehe
HapusDulu anak ngeluyur keluar rumah disuruh cepet balik. Skrng anak betah di rumah (karena mainan hape) disuruh keluar rumah utk bersosialisasi dengan teman. Bener2 teknologi dalam genggaman telah membuat kita hampir lupa bersosialisasi ya mbak
BalasHapusIya, asyik dengan dunianya sendiri
HapusMemang ya, agak ngeri sih bayanginnya. Ortu harus bener2 mempertimbangkan sebelum memberikan gadget pada anaknya.
BalasHapusHarus bener2 dipertimbangkan
HapusPro dan kontra penggunaan gawai pada anak merupakan isu parenting yang sering dibicarakan. Ada pendapat (yang menengahi) bahwa penggunaan gawai itu sudah jadi kebutuhan anak (juga). Jadi orang tua diharapkan dapat dengan bijak mendampingi anak dalam penggunaannya (gawai). Tantangan keluarga di era society 5.0 yang (mungkin) dijawab oleh keluarga Indonesia.
BalasHapusYang penting memang diawasi ya
HapusBoleh-boleh saja anak di bawah 17 tahun akses smartphone,dengan syarat: 3D - dipinjami, dibutuhkan, diawasi. Artinya tidak dibelikan khusus untuk dirinya sendiri, karena barang pinjaman dan barang yang udah dicap milik pribadi jelas feelnya beda. Lalu dibutuhkan artinya hanya boleh pakai untuk keperluan yang jelas; sekolah, cari PR, dsb.
BalasHapusDiawasi.. Kira-kira kita bakal mengizinkan nggak anak-anak keliling dunia sendirian di usianya yang masih 12-15 tahun? Kalau kita jawab melarang, lalu kenapa kita bebaskan mereka surfing di dunia maya tanpa batasan? Itu pertanyaan yang sering saya tanyakan ke ibu-ibu saat ngisi materi tentang Parenting di Dunia Digital.
Suka gemes sih sama emak-emak yang bingung mengendalikan anaknya main HP tapi mereka sendiri nggak kasih batasan jelas buat anak-anaknya. So, semoga kita nggak termasuk orangtua semacam itu ya.
Iya Mbak, mesti bemer2 ada aturannya, nggak jojr-joran. Ini yang aku bilang kemarin, kasus. Dan ini menimpa saudara dekatku
BalasHapusBener mba, bahkan keponakan saya usia SD sudah mulai kecanduan. Perlu ada pengawasan dan aturan yang ketat.
BalasHapusIya, harus diatur dan diawasi
HapusBener banget Umm. Perlu pengawasan yang ekstra.
BalasHapusIya Mba, bener banget
Hapus