AKU MEMILIHMU (Episode 2)
Gedung bergaya minimalis ini masih sepi dari aktivitas. Lobi kantor yang terlihat indah dengan penempatan bunga kertas di sudut ruang menyambutku dan Doni. Satu dua pegawai mulai berdatangan ketika aku mulai mengakrabkan diri dengan ruangan yang lebih dalam khusus pegawai.
"Nanti Mas Amar dan Mas Doni ikut breefing ya. Biasa kita menjelang aktivitas ada breefing pagi dulu," ucap salah seorang karyawan wanita bagian personalia. Aku ingat dia kemarin turut hadir dalam tes wawancaraku.
"iya, Bu," ucapku dan Doni hampir bersamaan.
"Waduh, dipanggil 'Bu'? Jadi terkesan tua saya," candanya kemudian, "di sini kita panggilannya Mas dan Mba, entah itu lebih tua atau muda, tetap memanggil Mas dan Mba, jadi panggil aku Mba Devi ya."
Kami pun tertawa kecil mendengar penjelasan panjang Mba Devi. Paling tidak ada kesan yang menyenangkan untuk hari pertama kerja ini. Niatku untuk berkerja mencari penghasilan tetap demi menghidupi kedua adikku lebih terasa ringan. Ada rasa optimis muncul dari dalam diri.
Breefing pun dimulai ketika semua pegawai telah datang. Kami dibekali pesan-pesan membangun untuk menjalankan pekerjaan hari ini. Khusus untuk pegawai baru, diberi tambahan waktu untuk penjelasan tugas-tugas yang akan dijalankan. Aku, Doni, dan dua orang lain menyimak dengan teliti apa saja tugas kami nantinya.
Instansti swasta yaang bergerak di bidang keuangan ini menunjukku dan Doni untuk bertugas di lapangan. Ditemani oleh satu pegawai yang lebih senior, kami meluncur mendatangi klien-klien di beberapa tempat. Pengenalan bagi kami agar selanjutnya lebih paham tempat-tempat mana yang harus didatangi.
***
Ilham menghentikan laju motornya di depan halaman sebuah sekolah. Pegawai senior itu memberikan kode kepadaku untuk mengikuti langkahnya. Aku menepikan motor di samping motor Ilham, sedangkan Doni memilih tempat yang lebih terlindung dari panas matahari.
"Wah, pintar juga kamu ya pilih tempat," ucap Ilham menyadari apa yang dilakukan Doni.
"Haha ... iya dong Mas. Biar nggak kepanasan," Doni menyahut seraya memamerkan deretan giginya.
Aku tersenyum mendengar obrolan mereka. Mataku lebih fokus menatap bangunan di depan kami. Mengamati keadaan yang sudah lengang tanpa kegiatan belajar mengajar. Hanya ada beberapa motor terparkir di tempatku berada ini. Tepat di samping plang bertuliskan "Taman Kanak-Kanak Cahaya Bunda".
'Oh pantas saja sudah sepi,' ucapku dalam hati ketika melihat jam di tangan menunjukkan pukul 10.30 WIB.
Sekilas kulihat seorang guru sedang berjalan ke sebuah ruangan saat Ilham mengajakku memasuki sekolah ini. Ilham berjalan mendahuluiku dan Doni menuju ke ruangan yang sama yang guru tadi masuki.
Kulihat Ilham sudah hafal betul ruangan-ruangan di sekolah ini. Dia segera mengetuk pintu yang terbuka tempat para guru menyelesaikan administrasi sekolah. Beberapa meja tersusun berhadap-hadapan namun berjauhan, menyisakan ruangan yang cukup lebar di tengahnya. Tempat kursi diletakkan untuk para tamu yang datang.
"Assalamu'alaikum ...," ucapnya membuat para guru menoleh ke arah kami.
"Wa'alaikumussalam ..., oh Mas Ilham. Silakan masuk," jawab seorang guru berperawakan tambun.
"Kok tumben ramai-ramai, Mas?" lanjutnya.
"Iya, Bu. Mulai hari ini ada Mas-Mas ini yang akan ke sini menggantikan saya," ucap Ilham dengan sopan.
"Oh begitu, emang Mas Ilhamnya mau kemana?" timpal guru yang duduk di sisi kiri.
"Saya ada tugas lain, Bu," jawab Ilham kemudian.
Basa-basi antara Ilham dan para guru berlangsung hangat dan ramah. Sepertinya memang motivasi saat breefing tadi diterapkan oleh para pegawai. Terbukti Ilham menberikan contoh yang baik untuk menghormati klien.
"Ya sudah, langsung saja urusannya sama Bu Nida yang bagian keuangan," ucap guru yang berperawakan tambun tadi.
Kami bertiga mendekati meja di sudut ruangan.
'Oh rupanya guru tadi yang aku lihat,' gumamku dalam hati.
Seorang guru yang terlihat paling muda tersenyum mempersilakan kami duduk di kursi di depan mejanya. Guru dengan penampilan berbeda dibanding yang lainnya. Berjilbab lebar dengan baju seragam yang juga terlihat longgar. Dia terlihat angggun dalam balutan pakaian berwarna lembut itu. Tanpa memakai make-up tebal seperti yang lainnya, kulit wajahnya yang bersih nampak lebih natural.
Ilham menjelaskan apa saja tugasku dihadapan guru tersebut. Aku mengiyakan perkataannya sambil sesekali melirik guru di depanku. Ah, naluri lelaki memang tidak bisa dibohongi ketika melihat sesuatu yang menarik. Kulihat dia juga mematapku, namun sedetik kemudian cepat-cepat menundukkan pandangannya. Mungkin dia merasa kikuk ketika tak sengaja pandangan kami bertemu.
Getaran aneh seketika menjalar dalam hatiku.
***
Jalanan yang sama kulalui saat berangkat kerja tadi pagi. Matahari sudah condong ke barat saat aku tiba di halaman rumah. Kuhempaskan tubuh di kursi teras rumah. Hari pertama bekerja membuatku tak sabar untuk menyambut hati esok.
Ada suntikan semangat yang membuat diri ini lebih bergairah. Ya, karena getaran aneh itu ....
Bersambung.
Hm. Saya mencium sesuatu inih. Hehehe....
BalasHapus