TINGKAT KECERDASAN ANAK ITU BERBEDA-BEDA
Siang tadi saat berselancar di dunia maya, aku melihat status seorang teman di WA-storynya. Dalam statusnya, telihat unggahan video anaknya sedang belajar. Belajar yang super keren menurutku. Bagaimana tidak, anaknya yang usianya berjarak hanya lima bulan lebih tua dari anakku yang berusia 4 tahun, sudah pandai mengeja bahkan mungkin membaca. Terlihat dari video itu yang memperlihat si anak sedang mengetik di laptop --walaupun dengan pelan-- ketika ibunya mendikte sebuah kata.
"LI-MA, hurufnya apa aja?" terdengar suara di video itu.
"LI berarti L sama apa ya...," si anak pun menyahut sambil berusaha mencati huruf selanjutnya.
"I, I mana I?" terdengar lagi suara ibunya sambil menuntunnya.
Melihat video itu membuatku otomatis membandingkan dengan anak sendiri.
'Wah pinter banget ya, lah anakku huruf aja baru hafal beberapa hari kemarin, belum bisa mengeja,' ucapku dalam hati.
Ah, tapi tunggu. Setiap anak itu berbeda tingkat kecerdasannya, berbeda tumbuh kembangnya, baik fisik maupun mental. Jangankan yang orang lain, kakak-beradik pun berbeda tumbuh kembangnya.
Teringat dulu, ketika anak pertama bisa tengkurap di usia 3 bulan, sedangkan adiknya baru bisa tengkurap saat usianya 4 bulan. Begitupun dengan tumbuh kembang fisik yang lain. Anakku yang pertama bisa berjalan di usia 12 bulan, sedangkan adiknya saat usia 13 bulan.
Namun, berbeda dengan kemampuan linguistiknya. Anakku yang ke dua ini sudah lancar berbicara dengan susunan kata yang tepat saat usia 2 tahun, walaupun dengan pengucapan kata yang belum sempurna. Berbeda dengan kakaknya saat berusia 2 tahun bahkan lebih. Saat itu kakaknya baru bisa berbicara dengan susunan kata yang masih terbolak-balik.
Begitulah, perkembangan anak itu berbeda-beda. Tidak sama satu dan yang lain. Sebuah pengingat bagi seorang ibu sepertiku.
Dan yang perlu digaris bawahi adalah tidak membanding-bandingkan anak sendiri dengan orang lain. Ketika anak orang terlihat lebih pintar, maka tidak boleh berkecil hati atau iri hati. Begitu juga sebaliknya, ketika anak kita terasa lebih pintar dari orang lain, maka sebagai ibu tidak perlu berbangga diri dan meremehkan orang lain.
Tingkat kecerdasan anak tidaklah sama. Yang perlu kita lakukan adalah menstimulus otaknya untuk belajar. Dengan catatan tidak memaksakan kehendak kita kepada anak. Lakukan kegiatan belajarnya dengan menyenangkan, sehingga anak tidak merasa sedang diajari.
Pikiranku pun teringat satu tahun lalu ketika melihat temanku yang lain mengunggah foto anaknya saat belajar membaca buku iqro face to face dengannya. Dalam captionnya, dia menulis, "Disuruh belajar malah mewek-mewek, susah bener"
Kebetulan anakku dengannya hanya berbeda satu bulan. Saat itu sama-sama masih berusia 3 tahun. Aku pun tak menunggu waktu lama untuk mengomentari foto tersebut.
"Udah diajarin baca ya? Apa nggak kasihan? Anakku belum tak ajarin baca,"
Bukan apa-apa, membaca caption fotonya yang tertulis kalau anaknya nangis, saat diajari membaca membuatku sedikit kurang setuju dengan apa yang dilakukan temanku itu.
Temanku pun menjawab, "Ya nggak apa-apa, buat latihan."
Aku memilih untuk tidak melanjutkan komentarku saat itu. Takut kalau nantinya salah bicara yang bisa menyinggung perasaan temanku.
Satu hal lagi, yang menjadi pengingat bagiku. Bahwa perkembangan anak itu sudah memikiki waktunya sendiri. Semua ada fasenya, tidak perlu memaksakan anak untuk bisa sesuatu hal jika belum saatnya.
Tetapi, kembali lagi dengan pilihan orang tua masing-masing. Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya. Metode yang dipilih pun pasti bermacam-macam tergantung kondisi anak.
So, pengingat bagi seorang ibu, --khususnya aku pribadi--, berhentilah membandingkan kemampuan anak dengan anak lainnya. Karena setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, mereka meniliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda pula.
Jadi ibuku
BalasHapusMeskipun kakak ku selalu mendapatkan peringkat ke 2 atau 3 dari belakang namun ibu selalu bilang kakak juga pintar sama kayak yang lain...
Best teacher...