AKU MEMILIHMU (Episode 3)

"Mas Amar,  aku mau berangkat sekolah lebih pagi hari ini," ucap adikku Nayla saat aku masih asyik menonton berita pagi di layar televisi.

Kulirik adik bontotku yang telah rapi memakai seragam sekolah.

"Memang kenapa?" tanyaku seraya mengalihkan pandangan ke layar kaca lagi.

"Ada jam tambahan,  tapi sebelum pelajaran biasa, jadi disuruh lebih pagi," jelasnya kemudian.

"Ya udah,  berangkat aja gih. Udah ada sarapan kan?" tanyaku.

"Belum ada, aku nggak sempet. Siapin aja sendiri ya,  atau sarapan di luar. Okey?" Nayla mengerlingkan matanya seakan memberi tanda agar aku setuju.

Aku hanya mengangguk mendengar celotehannya. Waktu terasa begitu cepat, menyadari dia sudah berubah menjadi gadis remaja yang cantik. Dia telah mandiri sebelum waktunya. Keadaan memaksa kami untuk saling membantu dan menyadari tugas masing-masing.   Mengisi hari dengan tanggung jawab dan pengorbanan. Ya,  aku dan kedua adikku telah lama ditinggal wafat orang tua kami. 

Ayah lebih dulu wafat saat aku masih duduk di bangku SMP, sedangkan Ibu menyusulnya empat tahun lalu karena sakit.  Aku dan kedua adikku harus menerima kenyataan pahit,  berpisah dengan mereka. Beruntung kami memiliki saudara yang selalu siap menjadi pendamping.  Keluarga besar Ibu menjadi orang tua pengganti bagi kami.

"Makanya cari istri! Hahaha ...." Nayla malah menggodaku melihat aku mengangguk dan sedikit melamun. Belum sempat aku membalas ucapannya ketika dia berlari cepat dan telah berada di atas boncengan sepeda motor kawannya.

"Ck, dasar bocah," desisku pelan.

Bukan kesal yang aku rasa mendengar ejekannya.  Namun seulas senyum yang tanpa sadar tersungging dari bibirku. Aku teringat akan Nida, guru yang kutemui di sekokah TK kemarin. Getaran kembali terasa ketika membayangkan gadis berjilbab lebar itu.

'Masak sih,  gue naksir sama dia?' gumamku dalam hati.

Apa pun itu, aku sudah tak sabar memulai hari ini.

***

Breefing pagi di hari ke dua kerja memantapkan tugasku untuk bertugas di lapangan. Aku dan Doni memiliki bagian wilayah yang berbeda untuk kami datangi. Kulihat di daftar tempat yang harus kudatangi. Satu per satu kucek tulisan yang ada di selembar kertas berlogo kantor tempatku bekerja itu. Ada satu tulisan yang membuat hatiku sedikit girang, "Taman Kanak-Kanak Cahaya Bunda".

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Aku merasa mendapat kesempatan lebih untuk mengenal Nida, guru di sekolah itu. Sekolah itu akan sering aku datangi karena termasuk dalam wilayah tugasku. Entah kenapa bayangannya selalu hadir dalam benakku sejak saat pertama bertemu dengannya. 

'Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?' aku tersenyum teringat sebuah nomer ponsel yang telah kucatat di daftar kontakku. Tanpa pikir panjang, aku segera mencari nomer itu dan mengirimkan sebuah pesan.

[Assalamu'alaikum,  Bu Nida. Kalau boleh tahu, berapa jumlah guru di TK?]

Pesan dariku terlihat bercentang dua.  Sedetik kemudian berubah menjadi berwarna biru.

[Lima, memangnya kenapa?] sebuah balasan dengan cepat sampai di ruang chatku dengannya.

[Ini ada kalender dari kantor. Sudah ada pembagian kalender menjelang akhir tahun] balasku lagi mencoba berbasa-basi.

Ah, apa salahnya berbasa-basi. Aku mencoba mancari cara yang paling logis untuk bisa mengenalnya lebih jauh. Apalagi jika bukan tentang pekerjaan. Pesona yang aku lihat dari pakaian syar'inya membuatku semakin penasaran.

[Oh, baguslah. Kebetulan sekali kalau gitu. Boleh anterin ke sini ya...]

[Siap]

Tak membuang waktu, aku bergegas menuju tempat kerjanya. Seperti mendapat sinyal baik, aku optimis langkah awalku akan berjalan lancar.

***

Hari-hari selanjutnya membuat kami lebih sering bertemu. Urusan pekerjaan yang saling berkaitan membuatku harus selalu mengunjungi tempat kerjanya. Komunikasi yang terjalin kini tidak hanya sekadar masalah pekerjaan. Ada saja bahasan menarik yang membuat kami terlibat obrolan dalam ruang chatting. Entah itu masalah serius atau pun santai.

Hatiku telah mantap untuk mengutarakan niat menjalin hubungan yang lebih serius dengannya. Namun, sebingkai wajah lain tiba-tiba hadir dalam bayangan.

Lia ....

Bersambung.

Komentar

  1. Eh? Baru juga senyum-senyum bacanya, di akhir dibuat linglung, mantankah?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMARTPHONE DAN REMAJA

HUJAN DERAS