BUKAN ANAK YANG NAKAL

Tempo hari seorang teman bertanya kepadaku,
"Mbak, kenapa ya, anakku kok sekarang rewel banget?"

"Rewel gimana?" aku balik bertanya.

"Ya rewel, kadang suka coret-coret apa gitu, kalau dilarang nanti membantah sukanya," jawabnya dengan muka cemberut.

Entah, temanku bertanya seperti itu mungkin menganggap aku lebih berpengalaman menghadapi anak. Ya, mungkin karena aku sudah memiliki dua anak sedangkan dia baru memiliki seorang putri, itu pun usianya di bawah usia anakku. Padahal, sebenarnya aku pun memiliki problem yang sama.

Anak pertamaku, terkadang pun seperti itu. Ada saatnya dia benar-benar tidak mau mendengarkan nasihatku. Suatu kali dia naik meja, meraih benda apa saja di rak buku, waktu aku menasihatinya,

"Hanan, sampun manjati meja mengkin dawah," (Bahasa Jawa: Hanan, jangan naik ke meja nanti jatuh)

Diapun dengan enteng menjawab, "Dawah mawon." (Biarin, jatuh aja).

Di lain waktu dia bermain air menyemprot dinding dengan selang, aku pun berkata kepadanya,

"Hanan, sampun dolanan toya kados niku, mengkin basah sedoyo," (Hanan, jangan mainan air kaya gitu, nanti basah semuanya).

Lagi-lagi dia hanya membalik apa yang aku ucapkan, "Basah mawon," (Biarin, basah aja).

Terkadang ketika mood sedang tidak baik, aku merasa kesal dengan tingkahnya. Tak ayal aku pun memaksanya menghentikan kegiatan itu. Jangan ditanya apa yang terjadi, sudah pasti dia akan menangis dengan keras.

Anakku itu memang paling tidak suka dipaksa atau pun dilarang. Jika aku melakukan salah satu atau keduanya, dia pasti akan menangis. Berbeda ketika dia terjatuh namun tidak terlalu sakit, dia malah sama sekali tidak menangis. Walaupun aku sudah memahami sifatnya ini, tapi masih saja kadang aku tetap melampiaskan kejengkelan dengan memaksa atau melarangnya melakukan sesuatu yang menurutku tidak baik.

"Sabar aja sih Mbak sebenarnya, anakku juga seperti itu dulu, bahkan sampai sekarang pun kadang masih," ucapku kemudian mencoba sharing pengalaman.

"Ya Mbak, tapi kadang suka gregetan," timpalnya.

"Yah, namanya anak-anak, pasti belum tahu."

Bukan tanpa alasan aku menjawab seperti itu. Kebetulan beberapa waktu yang lalu aku membaca sebuah artikel parenting yang membahas sama persis dengan apa yang aku alami. Ada masanya anak selalu membantah apa yang diucapkan orang tua, memang saat itulah fase yang dialami. Yang perlu dilakukan orang tua adalah bersabar, bahwa semua pasti akan berlalu. Tumbuh kembang seorang anak selain fisik, juga mentalnya.

Anak dibawah lima tahun memang belum sepenuhnya sempurna daya nalarnya. Mereka pun memiliki ego yang tinggi, bahwa mereka ingin menunjukkan pilihannya.

"Aku juga terus belajar Mbak. Kalau kita nanggapinnya kesel, dijamin akan kesel terus. Sebaliknya kalau kita santai menganggapinya wajar, ya pasti nggak bakal emosi kita," ucapku memberi saran kepadanya. Padahal di dalam hati, itu pula suggesti untukku pribadi.

"Iya, ya Mbak." dia pun mengangguk-anggukan kepalanya.

"Bismillah aja deh, hehe ...."

Kami pun tersenyum bersama.

Menjadi orang tua pun harus selalu belajar. Belajar mengendalikan emosi, belajar memahami anak, belajar menerima apa yang dilakukan anak. Namun, bukan berarti kita membiarkan anak berbuat semau mereka apalagi melakukan hal-hal yang akan berdampak buruk.

Biar saja anak bermain air, namun perlu dibatasi waktunya. Biar saja anak mencoret-coret tembok dan lain sebagainya, anggap saja mereka sedang berkarya. Biar saja mereka naik ke meja, anggap saja itu baik untuk perkembangan motorik kasarnya.

Tugas orang tua adalah mengarahkan anak kepada kebaikan. Membiarkan anak melakukan kegiatan mereka, tapi tetap harus memberi pengawasan dan pengarahan.

Mood yang berubah-ubah, kadang baik kadang buruk, jadikanlah senantiasa pembelajaran bagi kita. Terutama seorang ibu, yang mengahabiskan sebagian besar waktunya bersama anak-anak. Tanamkan selalu anggapan, bahwa bukan anak yang rewel, namun sikap kita yang salah menghadapinya. Rewel atau nakal hanyalah persepsi kita sebagai orang tua. Jika kita salah menangggapi, maka salah pula perlakuan kepada anak. Namun, jika kita benar menanggapinya, maka benar pula perlakuan terhadap anak.

Pemalang, 13 September 2019.

Komentar

  1. Selalu suka dengan coretan-coretan parenting..
    Lanjut kak, semangat

    BalasHapus
  2. Betul sekali .. anak-anak bebas mengerjakan apa saja asal 1. Tidak membahayakan dirinya, 2. Tidak membahayakan orang lain, 3. Tidak melanggar Norma agama, sosial.

    Berikan batasan jika sudah berlebihan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya 😊

      Kemarin aku BW kr blognya Mbak Marita, sayang ga komen karena sinyal susah 😑

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW BUKU THE POWER OF DASTER

HADIAH UNTUK RESTU

PILIH PUNYA HUTANG ATAU PIUTANG?