VONIS (cermin/ fiksi)



Ruangan berpendingin ini tidak membuatku merasa sejuk. Namun,  yang kurasakan justru sebaliknya.  Rasa cemasku menunggu hasil pemeriksaan dari dokter membuat degup jantung menjadi lebih cepat. Second opinion telah kupilih sebagai upayaku meyakinkan diri atas vonis dokter sebelumnya. Kuharap kali ini hasilnya akan berbeda. 

"Hasil pemeriksaan sudah keluar, Bu Dewi. Anda bisa membacanya sendiri." Dokter Andy memberikan secarik kertas dari asistennya kepadaku.  

"Apa saya masih bisa sembuh, Dok?" Sekuat tenaga kucoba menahan bulir bening yang hendak menetes, menyadari hasil pemeriksaan kali ini tak berbeda.  

"Kita manusia hanya berusaha, Allah yang menentukan. Secepatnya kita lakukan kemo terapy untuk mencegah penyebaran sel kangker ini." 

Dunia seakan berhenti berputar. Sedih, takut, dan cemas bercampur menjadi satu dalam benakku. Bagaimana caranya aku memberi tahu Mas Arya tentang hal ini. Bagaimana jika kemo yang ditempuh tidak berhasil? Bagaimana jika nanti aku menjadi cacat? Sungguh tak bisa kubayangkan jika mimpi-mimpi indah bersama Mas Arya untuk membina keluarga akan pupus. 

Kupandangi cincin tunangan yang melingkar di jari manis. Kubulatkan tekad untuk menempuh cara apapun demi kesembuhan. Vonis dokter bukan akhir dari segalanya. Aku tidak akan terpuruk karenanya,  tapi aku harus bangkit untuk melawan kanker payudara ini.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADIAH UNTUK RESTU

BERBAGI ITU INDAH

PILIH PUNYA HUTANG ATAU PIUTANG?