Postingan

Bergabung dengan Ibu Profesional, Bukan Seorang Ibu Rumah Tangga Biasa

Bergabung dengan Ibu Profesional, Bukan Seorang Ibu Rumah Tangga Biasa Menyambung tulisan sebelumnya, masih terkait bahasan status WA dari seorang gadis yang ingin menjadi ibu rumah tangga karena lelah dengan tugas sekolah. Di tulisan kali ini saya justru ingin berbagi cerita, jika setelah menjadi Ibu rumah tangga, banyak hal baru yang ingin saya pelajari. Itu artinya banyak mengerjakan "tugas". Hal ini saya rasakan setelah bergabung dengan komunitas Ibu Profesional.  Ibu Profesional adalah komunitas yang mewadahi untuk kaum perempuan agar bisa belajar, berkembang dan memaknai diri menjadi versi terbaik dirinya. Sejak bergabung dengan Ibu Profesional, banyak hal yang saya ketahui. Awalnya tidak tahu A, sekarang menjadi tahu. Bahkan bukan hanya A, justru B, C, D, dan seterusnya menjadi hal baru yang saya harus pelajari dan ketahui.  Sedikit cerita, awal mula saya mengetahui adanya komunitas  Ibu Profesional adalah karena bergabung dengan suatu komunitas literasi. Di komunitas

Banyak Yang Harus Dipelajari saat Menjadi Ibu Rumah Tangga

Gambar
Beberapa waktu yang lalu, saya melihat tulisan di beranda Facebook yang membahas foto screenshoot sebuah story WA dari seorang remaja. Di foto itu, tertulis story WA kurang lebih seperti ini,  "Gua capek sekolah, pengin nikah aja diem jadi ibu rumah tangga, biar nggak ada tugas sekolah lagi. #siapdilamar #nikahmuda #mamahmuda". Dalam tulisan satir itu, intinya membahas bahwa menjadi ibu rumah tangga tidak seperti yang dibayangkan remaja tersebut. Kolom komentar pun dipenuhi pendapat ibu-ibu lain yang sependapat. Saya, yang juga ibu rumah tangga pun ikut gemas, ingin berkomentar.  Seandainya dia tahu bahwa menjadi ibu rumah tangga justru banyak yang harus dipelajari, bukan sekadar tugas sekolah. Ada banyak yang awalnya tidak tahu, justru baru diketahui saat sudah menikah dan memiliki anak. Pengalaman pribadi, saat masih gadis, belum tahu rasanya memikirkan menu apa yang akan dimasak sebagai hidangan makan makan pagi, siang, dan malam. Belum lagi cara memasaknya. Itu baru satu

TRADISI TILIK BAYI

Tradisi tilik bayi (Bahasa Jawa), atau menjenguk bayi yang baru lahir adalah hal yang umum dilakukan di masyarakat. Jika ada ibu yang baru melahirkan, saudara, tetangga, dan teman-teman, pasti akan banyak yang datang menjenguk. Lazimnya yang dilakukan saat menjenguk bayi, ada buah tangan yang dibawa. Suatu kebiasaan yang baik dan patut untuk dilakukan.  Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjenguk bayi.  1. Niatkan ibadah.  Menjenguk bayi tentunya akan sangat membahagiakan bagi ibu yang baru melahirkan. Selain sebagai teman ngobrol, menjenguk bayi akan membawa kebahagiaan  tersendiri karena si ibu merasa diperhatikan. Entah itu sebagai saudara, tetangga, atau sebagai teman. Hal ini tentu membuat hubungan silaturahmi menjadi lebih erat.  Oleh karenanya, niatkanlah ajang menjenguk bayi ini sebagai ibadah karena telah membawa kebahagiaan bagi ibu yang baru saja melahirkan.  2. Pilih waktu yang tepat.  Ketika kita akan menjenguk bayi, usahakan memilih waktu yang tepat. Pi

Waktu Terbuang Karena Aplikasi

Gambar
Foto : Pixabay Ponsel pintar dengan banyak ragam aplikasi memang menjadi satu benda yang paling disukai setiap orang. Bukan hanya disukai, namun juga dicintai. Satu benda yang orang tidak akan pernah lepas darinya. Tidak ada waktu semenit pun yang terlewati tanpa menggenggamnya, atau sekadar menengoknya.  Era digital yang kita alami sekarang memang tak mungkin lepas dari ponsel pintar. Suatu kebutuhan memang akan lebih mudah jika dibantu dengan aplikasi di ponsel pintar. Ketika kita butuh belanja kebutuhan, tinggal klik saja aplikasi toko online. Ketika kita butuh kemudahan dalam transaksi digital, aplikasi mobile banking atau aplikasi pembayaran lain, dengan mudah dapat membantu. Ketika kita butuh hiburan untuk melihat video, ragam aplikasi menyuguhkan tayangan yang sukses bisa membuat kita tertawa. Ribuan aplikasi bebas kita pilah-pilih untuk kita pasang di perangkat ponsel.  Seperti halnya banyak hal di dunia ini, aplikasi yang ada di ponsel kita pun memiliki dua sisi. Seperti dua s

Puasa Pertama Hanan

Puasa Pertama Hanan Ada saatnya anak bisa, ternyata memang berlaku untuk semua hal dalam tumbuh kembang seorang anak. Tidak hanya kemampuan fisik motorik dan kemampuan akademik seperti membaca, menulis, dan kemampuan lain, tenryata ada saatnya anak bisa pun berlaku untuk untuk puasa.  Ya, bulan Ramadan ini adalah puasa pertama bagi Hanan. Senang sekali ketika dia bisa menjalankan puasa satu hari full tanpa latihan setengah hari terlebih dahulu. Padahal, tahun lalu dia sama sekali tidak ikut puasa. Mungkin, belum tahu juga apa itu puasa, walaupun melihat kami orang tuanya menjalankan ritual di bulan puasa seperti buka dan salat tarawih. Alhamdulillah, tahun ini berbekal sounding beberapa kali menjelang Ramadan, dia bisa ikut puasa bersama kami.  Kemampuan Hanan berpuasa satu hari full pastinya sesuai dengan kemauannya sendiri. Tanpa dipaksa harus puasa, ternyata dia menjalani puasa ini dengan normal. Maksudnya tanpa lemas dan malas-malasan dalam beraktivitas. Kadang, aku sendiri yang te

SAHABAT SURGA

Gambar
SAHABAT SURGA Foto : Pixabay Teringat sangat pertama kali jumpa. Kau begitu bersahaja dengan balutan gamis syar'i berwarna maroon dan hijab lebar menutup dada. Auramu begitu sejuk, kalem,  terpancar sosok penyayang dari sorot matamu. Pembawaanmu yang santai serta tutur katamu yang lirih, menandakan kau seorang yang lembut hatinya.  Di sebuah kajian islam, kali pertama kita bertemu. Rupanya kita sama-sama sedang mencari oase di tengah gersangnya iman. Aku tahu itu, karena  setelah berbasa-basi denganmu, ternyata kita memiliki kesamaan tujuan untuk datang ke taman-taman surga.   Kala itu aku terpana, melihatmu sesenggukan saat melantunkan ayat suci Alquran. Begitu dalamnya pengahayatanmu kepada kalam-Nya. Ya, masing-masing dari yang hadir di majelis ilmu itu memang mendapat giliran membaca barang beberapa ayat Alquran. Sungguh, bukan sekadar membaca seperti yang aku lakukan, namun kau menunjukkan ekspresi lain. Tubuhmu bergetar, diiringi lelehan air mata yang tak berhenti mengalir. 

KECIL-KECIL KOK HUTANG? (MELUPAKAN HUTANG)

Gambar
Foto : Pixabay Suatu pagi datang sekelompok anak  hendak membeli alat-alat sekolah di toko kecil rumah kami. Ada yang membeli pensil, buku, penggaris, hingga memfotokopi akta kelahiran guna keperluan sekolah. Satu per satu dari mereka aku layani sesuai urutan kedatangannya dan urutan mereka bilang apa yang dibutuhkan. Hingga tiba giliran satu anak yang sebut saja namanya A. A ternyata tidak membawa cukup uang untuk membayar apa yang dibelinya yaitu seharga enam ribu rupiah. Dia hanya membawa dua ribu rupiah.  Tidak seperti kebanyakan anak lain yang merasa sungkan jika uang mereka kurang saat membeli, A ini justru dengan nada cuek dan tanpa gestur tubuh sopan santun berucap bahwa uangnya kurang.  "Duitnya kurang, nanti kurangannya." Cepat dan cuek, begitu dia berucap.  Aku hanya diam dan melanjutkan melayani anak lain. Dalam hati aku heran dengan sikapnya, tapi setelah diingat-ingat, ternyata dia dari keluarga yang "seperti itu". Ah, sudahlah, pasti ujung-ujungnya lu