KECIL-KECIL KOK HUTANG? (MELUPAKAN HUTANG)

Foto : Pixabay


Suatu pagi datang sekelompok anak  hendak membeli alat-alat sekolah di toko kecil rumah kami. Ada yang membeli pensil, buku, penggaris, hingga memfotokopi akta kelahiran guna keperluan sekolah. Satu per satu dari mereka aku layani sesuai urutan kedatangannya dan urutan mereka bilang apa yang dibutuhkan. Hingga tiba giliran satu anak yang sebut saja namanya A. A ternyata tidak membawa cukup uang untuk membayar apa yang dibelinya yaitu seharga enam ribu rupiah. Dia hanya membawa dua ribu rupiah. 

Tidak seperti kebanyakan anak lain yang merasa sungkan jika uang mereka kurang saat membeli, A ini justru dengan nada cuek dan tanpa gestur tubuh sopan santun berucap bahwa uangnya kurang. 

"Duitnya kurang, nanti kurangannya." Cepat dan cuek, begitu dia berucap. 

Aku hanya diam dan melanjutkan melayani anak lain. Dalam hati aku heran dengan sikapnya, tapi setelah diingat-ingat, ternyata dia dari keluarga yang "seperti itu". Ah, sudahlah, pasti ujung-ujungnya lupa. Dan benar saja, sampai sekarang pun belum pernah dibayarkan kekurangan pembayaran itu. 

Memang hanya sejumlah sekian ribu, tapi bukan berarti harus dilupakan bukan? Terlebih lagi sikapnya yang tidak sopan kepada orang tua untuk seumuran dia anak Sekolah Dasar. 

Di lain waktu, ada pula anak sebut saja namanya B. Si B datang untuk membeli buku iqro dengan sedikit tergesa-gesa. B hanya membawa uang lima ribu rupiah, sementara harga buku iqro tersebut adalah lima belas ribu. Tanpa ragu dan masih tergesa-gesa, dia bilang kalau hanya membaya uang lima ribu. 

"Ini bayar lima ribu dulu," begitu ucapnya sambil berlalu pergi. 

Aku yang sedikit sedang repot saat itu pun tak mencegahnya dan membiarkan anak itu pergi. Aku pikir pasti akan dibayar, karena kekurangannya lumayan banyak dibandingkan uang yang dia bawa. 
Hari berganti hari, ternyata sama saja dengan si A. B juga tak kunjung membayar kekurangannya. 

Tak berbeda dengan si A dan si B. Beberapa hari yang lalu, ada seorang ibu sebut saja C. 

Ibu C mengantarkan anaknya membeli kaus kaki dan sebuah dasi. Ternyata, Ibu C pun tak membawa cukup uang untuk membeli ke dua barang tersebut. Awalnya aku menolak untuk memberikan dua barang tersebut, dan hanya memberikan satu barang. Tapi ternyata si Ibu C mengatakan bahwa nanti akan menitipkan uang kekurangannya kepada anaknya. Aku yang awalnya sudah mengantisipasi kejadian dengan A dan B pun akhirnya mengiyakan juga. Biarlah, sepertinya kali ini tidak bakal lupa. 

Beberapa hari berlalu, aku pun melupakan kejadian itu. Dan, teringat kembali saat Ibu C datang ke rumah di hari Rabu. Padahal katanya akan membayar di hari Senin. 

"Ya sudahlah, tidak apa-apa cuma geser dua hari," pikirku, "yang penting dia nggak lupa seperti yang diucapkan tempo hari".

Kebetulan saat itu yang melayani Ibu C adalah suami, karena aku sedang menyuapi anak bayi. Aku pikir pasti Ibu C akan bilang kalau akan membayar kekurangannya saat membeli tempo hari. 

Usai Ibu C pulang, dan aku mendekati suami untuk menanyakan apakah dia membayar kekurangan pembayaran, ternyata tidak juga. Dia hanya datang untuk keperluan lain. 

Kalau ada yang bilang, kenapa tidak ditagih saat Ibu C datang? Jawabannya karena aku percaya dengan orang itu. Dia sendiri yang bilang kalau tidak akan lupa dengan kekurangannya. Mungkin ada juga yang bilang, ah sudahlah, cuma beberapa ribu ini. Ya, memang hanya beberapa ribu, tapi bukanlah akadnya kurang, yang berarti hutang? Hutang tentu berbeda jauh dengan sedekah. Sedekah sekian rupiah bisa saja dilakukan, tapi mengikhlaskan apa yang menjadi hutang menjadi sedekah, tentu lain perkara. 

Begitulah, cerita ini bukan untuk menjelekkan satu dua orang, tapi sedikit berbicara tentang kenyataan. Banyak orang yang menyepelekan hutang, menganggap biasa ketika kurang saat membayar. Padahal, sangat rentan adanya lupa. Atau, bisa jadi sengaja melupakan. 

Aku pribadi bukan orang yang tanpa cela, satu-dua  kali pun aku kurang dalam membayar belanja di warung tetangga atau tukang sayur. Namun, sebisa mungkin akan segera membayarkannya. Tak lupa, aku pun memberitahu suami untuk mengingatkan bahwa telah kurang membayar belanja, sekalipun hanya dua ribu rupiah. 

Banyak orang tidak segera membayar hutang, entah itu karena belum sanggup membayar, atau memang sengaja tidak mau membayar dengan melupakannya. Seringkali hutang disepelekan, padahal resikonya besar, bahkan bisa terbawa sampai di akhirat. Oleh karenanya ada doa khusus agar kita terhindar dari (salah satunya) hutang. 

Berikut doanya, 

Allahumma inni a'udzubika minal hammi wal khazan. Waa'udzubika minal 'ajzi wal kasal. Waa'udzubika minal jubni wal bukhli. Waa'udzubika min gholabatitdaini wa qohrirrijaal. 

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan sifat bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan orang lain."

Semoga kita semua bisa terhindar dari hutang yang melilit dan dimampukan untuk segera melunasi hutang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADIAH UNTUK RESTU

PILIH PUNYA HUTANG ATAU PIUTANG?

Ipsach, Desa Tenang dan Hi-Tech di Swiss