IBADAH QURBAN, SEBUAH UJIAN KEIKHLASAN


Hari raya Idul Adha adalah hari raya ke dua umat islam yang selalu disambut penuh rasa syukur oleh umat islam. Setelah hari raya Idul Fitri tentunya. Jika saat Idul Fitri kita memiliki ritual khas yaitu puasa 30 hari sebelumnya di bulan Ramadhan, maka saat Idul Adha pun kita memiliki ritual khas yaitu puasa hari Arafah yang hanya satu hari yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah. Lebih baik lagi jika dilengkapi puasa tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah. Atau bahkan puasa sunnah mutlak dari tanggal 1 Dzulhijjah sampai dengan tanggal Dzulhijjah. 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah)” (HR. Bukhari)

Selain ritual khusus yaitu puasa sebelum  kedua hari raya ini, ada ciri khas lain dari masing-masing hari raya. Saat dul Fitri, ciri khas makanan yang tersaji adalah ketupat dan opor ayam, sedangkan saat Idul Adha adalah makanan hasil olahan dari daging kambing atau sapi. Ya, karena saat Idul Adha umat muslim akan menyembelih sapi atau kambing sebagai ritual ibadah satu tahun sekali ini. Yaitu ibadah qurban.

Bukan, bukan hendak membahas hidangan hari raya, namun saya akan mencoba menuliskan pandangan saya tentang ibadah qurban.

Ibadah qurban sebagaimana kita ketahui, pasti akan mengingatkan kita akan kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Nabi Ismail. Perintah dari Allah  yang dating melalui mimpi itu, sungguh merupakan ujian keimanan bagi seorang hamba-Nya.  Bagaimana tidak, anak yang sudah lama dinantikan sebagai keturunan dan generasi penerus, justru harus dikorbankan dengan cara yang menggetarkan. Disembelih dengan tangannya sendiri. Hanya manusia pilihan yang sanggup melewati ujian keimanan itu. Nabi Ibrahim dan istrinya Hajar, serta Nabi Ismail lulus dari ujian tersebut karena telah patuh dengan perintah Rabbnya. 

Allah Maha Bijkasana dan Maha Pengasih terhadap hamba-Nya. Allah mengganjar langsung ketaatan hamba-Nya dengan mengganti Nabi Ismail menjadi seekor kambing sesaat sebelum mata pisau mengenai leher Nabi Ismail. Sungguh peristiwa yang tertulis dlam Alquran surat As Saffat Ayat 102-111 ini selalu membuat hati bergetar saat membayangkannya. Bayangkan keikhlasan dan ketegaran  seorang ayah menyembelih anaknya sendiri. Bayangkan keikhlasan dan  ketegaran seorang istri sekaligus ibu merelakan anak darah dagingnya sendiri untuk disembelih sebagai wujud ketaatan kepada suami. 

Andai kau seorang Hajar, sanggupkah kau melakukannya? Sebuah pertanyaan yang mungkin serratus persen akan dijawab “tidak” oleh ibu-ibu kebanyakan. Melihat anak sakit pun rasanya tidak tega, bagaimana jika harus disembelih? Maasyaa Allah betapa tauhid kita sangat jauh berbeda dengan ibunda Hajar.

 Jika Nabi Ibrahim dan Hajar diuji dengan rasa sayang terhadap anaknya, maka kita diuji dengan rasa sayang terhadap harta. Sekarang kita hanya diperintahkan untuk mengorbankan sebagian harta kita, bukan mengorbankan anak. Sekarang kita hanya perlu melakukan ibadah qurban sebagai refleksi dari peristiwa “penyembelihan” Nabi Ismail. 

Ibadah qurban adalah ibadah yang menuntut keikhlasan dan kemauan serta niat kuat untuk melakukannya. Bukan masalah seberapa bnayak harta yang dipunyai untuk membeli hewan qurban, namun lebih kepada niat, usaha, dan doa yang dilakukan. Banyak di antara orang kaya yang masih enggan untuk melakukakan ibadah qurban padahal mereka mampu. Sebaliknya banyak dari kalangan orang kurang mampu justru bisa menunaikan ibadah harta ini, karena dilatarbelakangi oleh niat ibadah yang tulus. Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang menolong agamanya.

Sungguh ibadah qurban adalah ujian keikhlasan bagi manusia. Apakah manusia akan dengan lantang berucap ‘Aku adalah Ismail” yang siap mengorbankan dirinya di jalan Allah. Atau malah menggenggam erat hartanya demi kenkimatan duniawi. Bagi orang-orang beriman tentunya akan berusaha meneladani keikhlasan Nabi Ismail untuk berkorban. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang diberi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakannya. Insyaa Allah Aamin.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Adha. Semoga Allah meridhoi niat dan usaha kita untuk senantiasa meneladani Sunnah Nabi dan keikhlasan keluarga Ibrahim dalam  melaksanakan ibadah qurban. Barakallah untuk semua sohibul qurban di mana pun berada. 

Mendengarkan gema takbir di dinginnya malam,  10 Dzulhijjah 1441 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW BUKU THE POWER OF DASTER

HADIAH UNTUK RESTU

PILIH PUNYA HUTANG ATAU PIUTANG?